BAB II
AKUNTANSI BIAYA BAHAN BAKU
A. PENGERTIAN BAHAN BAKU
Bahan (material) adalah barang yang akan diproses/ diolah menjadi produk selesai atau barang yang akan merupakan bagian dari produk selesai. Bahan yang dipakai dalam produksi dapat digolongkan menjadi bahan baku ( direct material ) dan bahan penolong ( indirect material ).
Bahan baku merupakan bahan yang akan diolah menjadi bagian utama (menyeluruh ) produk selesai dan pemakaiannya dapat diidentifikasikan / diikuti jejaknya atau merupakan bagian integral pada produk tertentu.
Bahan penolong adalah bahan yang akan diolah menjadi bagian produk selesai tetapi pemakaiannya tidak dapat diikuti jejaknya pada produk selesai tertentu atau nilainya relatif kecil.
B. PENENTUAN HARGA POKOK BAHAN BAKU YANG DIBELI
Yang termasuk harga pokok bahan yang dibeli meliputi harga faktur ditambah dengan biaya-biaya lain yang terjadi dalam rangka perolehan bahan baik yang berhubungan dengan biaya pemesanan ( ordering cost ), biaya penyimpanan ( carrying cost ) sampai dengan bahan siap dipakai di dalam kegiatan produksi, dikurangi dengan potongan pembelian, rabat maupun subsidi langsung atas pembelian. Penambah harga faktur yang membentuk harga perolehan bahan, misalnya bea impor, pajak pembelian bahan, asuransi bahan, biaya angkutan dan lain-lain yang terjadisampai dengan bahan siap dipakai dalam kegiatan produksi perusahaan.
Beberapa perlakuan terhadap elemen – elemen yang berhubungan dengan pemilikan / perolehan bahan :
1. Potongan pembelian bahan
Potongan pembelian bahan akan mengurangi harga faktur bahan yang dibeli, cara pencatatan potongan pembelian bahan yang dapat dipakai adalah :
hutang dicatat jumlah bersihnya
contoh : PT “Ahmadan” pada tanggal 2 Januari 200X membeli 150 kg bahan baku A dengan harga faktur Rp. 5.000,00 per kg, syarat pembayaran 2/10, n/30.
Pada saat pembelian ( 2- 01- 200X ) akan dibuat jurnal sebagai berikut :
Persediaan bahan baku Rp. 735.000,00
Hutang dagang Rp. 735.000,00
Perhitungan :
Jumlah bersih dari hutang dagang atas pembelian bahan baku adalah =
( 150 x Rp. 5.000,00 ) – 2 % ( 150 x Rp. 5.000,00 ) = Rp. 735.000,00
Jika pada tanggal 10 Januari 200X hutang dagang tersebut dibayar, maka juranl pembayarannya adalah :
Hutang dagang Rp. 735.000,00
Kas Rp. 735.000,00
Tetapi jika pelunasannya dilakukan pada tanggal 31 Januari 200X, sudah tidak dalam masa potongan, maka potongan tunai yang gagal dimanfaatkan akan diakui sebagai rugi. Jurnal yang dibuat pada tanggal 31 – 01 – 200X adalah :
Hutang dagang Rp. 735.000,00
Rugi- kegagalan potongan tunai
Pembelian Rp. 15.000,00
Kas Rp. 750.000,00
b. Hutang dicatat jumlah kotornya
Contoh : PT “Ahmadan” seperti tersebut diatas, maka jurnal pembeliannya adalah sebagai berikut :
Persediaan bahan baku Rp. 735.000,00
Cadangan potongan tunai pembelian Rp. 15.000,00
Hutang dagang Rp. 750.000,00
Jika pada tanggal 10 Januari 200X, hutang dagang tersebut dilunasi maka jurnal pelunasannya adalah :
Hutang dagang Rp. 750.000,00
Cadangan potongan tunai pembelian Rp. 15.000,00
Kas Rp. 735.000,00
Tetapi jika pelunasannya sudah di luar masa potongan, misalnya tanggal 31 Januari 200X, maka jurnal pelunasannya adalah :
Hutang dagang Rp. 750.000,00
Rugi- kegagalan potongan tunai
Pembelian Rp. 15.000,00
Cadangan potongan tunai pembelian Rp. 15.000,00
Kas Rp. 750.000,00
Potongan tunai diperlakukan sebagai pengurang biaya overhead pabrik
Dalam metode ini, pada saat pembelian bahan dicatat sebesar harga fakturnya.
Contoh : PT “Ahmadan” seperti tersebut di atas, maka jurnal untuk mencatat pembelian adalah sebagai berikut :
Persediaan bahan baku Rp. 750.000,00
Hutang dagang Rp. 750.000,00
Jika hutang dibayarkan pada masa potongan maka jurnal yang dibuat untuk mencatat pelunasannya adalah :
Hutang dagang Rp. 750.000,00
BOP Sesungguhnya Rp. 15.000,00
Kas Rp. 735.000.00
Tetapi jika hutang dagang dilunasi di luar masa potongan maka jurnal yang akan dibuat adalah :
Hutang dagang Rp. 750.000,00
Kas Rp. 750.000,00
Potongan tunai pembelian diperlakukan sebagai penghasilan di luar usaha
Dalam metode ini, pada saat pembelian bahan baku dicatat sebesar harga fakturnya.
Contoh : PT “Ahmadan” seperti tersebut di atas, maka jurnal pembelian yang akan dibuat adlah sebagai berikut :
Persediaan bahan baku Rp. 750.000,00
Hutang dagang Rp. 750.000,00
Jika pelunasannya dalam masa potongan, maka potongan tunai yang diterima akan diakui sebagai penghasilan di luar usaha. Jurnal pelunasannya adalah sebagai berikut :
Hutang dagang Rp. 750.000,00
Penghasilan di luar usaha Rp. 15.000,00
Kas Rp. 735.000,00
2. Biaya angkutan bahan
Perlakuan biaya angkutan bahan antara lain :
a. biaya angkutan bahan menambah harga pokok bahan yang dibeli
Dasar alokasi yang sering digunakan untuk membebankan biaya angkutan bahan kepada masing-masing jenis bahan yang dibeli adalah sebagai berikut :
1) perbandingan harga faktur bahan yang dibeli
Contoh : PT”Firdaus” membeli dengan kredit bahan yang terdiri atas bahan baku “A” 4.500 unit @ Rp. 1.250,00, berat per unit 2,5 kg, bahan baku “B” 2.500 unit @ Rp. 1.400,00, berat per unit 4 kg dan bahanpenolong “C” 2.500 unit @ Rp. 100,00 dengan berat per unit 1 kg. Atas pembelian tersebut dibayar biaya angku bahan Rp. 80.000,00.
Maka perhitungan harga perolehan dan jurnal pembelian bahannya sebagai berikut :
Perhitungan
Alokasi biaya angkutan :
- bahan baku “A” = {5.625.000 x 100 % } x Rp. 80.000,00 = Rp. 48.000,00
9.375.000
- bahan baku “B” = {3.500.000 x 100%} x Rp. 80.000,00 = Rp. 29.867,00
9.375.000
- bahan penolong “C” = {250.000 x 100 % } x Rp. 80.000,00 = Rp. 2.133,00
9.375.000
Jurnal untuk mencatat pembelian adalah sebagai berikut :
Persediaan bahan baku Rp. 9.202.867
Persediaan bahan penolong Rp. 252.133
Hutang dagang Rp. 9.375.000,00
Kas Rp. 80.000,00
2). Perbandingan kuantitas fisik bahan
Contoh : PT “Firdaus” seperti tersebut diatas, biaya angkutan dialokasikan berdasarkan perbandingan kuantitas fisik bahan ( berat bahan) yang dibeli :
Perhitungan :
Alokasi biaya angkutan bahan sebagai berikut :
- bahan baku “A’ = { 11.250 x 100% } x Rp. 80.000,00 = Rp. 37.895,00
23.750
- bahan baku “B” ={ 10.000 x 100% } x Rp. 80.000,00 = Rp. 33. 684,00
23.750
- bahan penolong “C” ={ 2.500 x 100% } x Rp. 80.000,00 = Rp. 8.421,00
23.750
Jurnal untuk mencatat pembelian, sebagai berikut :
Persediaan bahan baku Rp. 9.196.579
Persediaan bahan penolong Rp. 258.421
Hutang dagang Rp. 9.375.000,00
Kas Rp. 80.000,00
Biaya angkutan dibebankan ke dalam elemen harga perolehan bahan atas dasar tarif angkutan yang ditentukan di muka.
Rumus :
Tarif biaya angkutan = budget biaya angkutan bahan
Bahan dasar pembebanan biaya angkutan bahan
Contoh :
Budget biaya angkutan bahan PT” SA Empat” untuk tahun 200X adalah sebesar Rp. 4.000.000,00. Dasar pembebanannya adalah berat bahan dengan budget 2.500.000 kg. Jika pada tahun 200X pembelian sesungguhnya terdiri atas bahan baku Rp. 45.000.000,00 dengan berat 2.000.000 kg dan bahan penolong sebesar Rp. 5.000.000,00 dengan berat 400.000 kg. Biaya angkut yang sesungguhnya dibayarkan dengan kas adalah Rp 3.900.000,00 maka :
Tarif biaya angkutan = Rp.4.000.000 = Rp. 1,6 / kg
Bahan 2.500.000
Jurnal untuk mencatat pembelian bahan adlah sebagai berikut :
Persediaan bahan baku Rp. 45.000.000,00
Persediaan bahan penolong Rp. 5.000.000,00
Hutang dagang Rp. 50.000.000,00
Jurnal untuk mencatat pembebanan biaya angkutan ke dalam harga perolehan bahan adalah sebagai berikut :
Persediaan bahan baku Rp. 3.200.000,00
Persediaan bahan penolong Rp. 640.000,00
Biaya angkutan bahan Rp. 3.840.000,00
Perhitungan :
Pembebanan biaya angkutan bahan ke dalam harga perolehan :
- bahan baku = Rp. 1,6 / kg x 2.000.000 kg = Rp. 3.200.000,00
- bahan penolong = Rp. 1,6 / kg x 400.000 kg = Rp. 640.000,00
Jurnal untuk mencatat biaya angkutan bahan yang sesungguhnya adalah sebagai berikut :
Biaya angkutan bahan Rp. 3.900.000,00
Kas Rp. 3.900.000,00
Perlakuan adanya selisih antara biaya angkutan berdasarkan tarif dan biaya angkutan bahan yang sesungguhnya dibayarkan, jika selisihnya besar harus dialokasikan ke dalam persediaan bahan baku, persediaan bahan penolong, persediaan produk dalam proses, persediaan produk selesai dan harga pokok penjualan. Tetapi jika selisihnya kecil akan diperlakukan sebagai elemen laba rugi melalui rekening harga pokok penjualan. Dari contoh diatas, jurnal untuk membebankan selisih biaya angkutan bahan adalah sebagai berikut :
Harga pokok penjualan Rp. 60.000,00
Biaya angkutan bahan Rp. 60.000,00
C. PERHITUNGAN HARGA POKOK BAHAN BAKU YANG DIPAKAI
Tujuan penentuan harga pokok bahan yang dipakai adalah untuk :
1. untuk penentuan harga pokok bahan yang dipakai, harga pokok persediaan bahan dengan lebih teliti dan tepat yang akan mempengaruhi kewajaran laporan keuangan.
2. untuk tujuan pengendalian atau pengawasan atas bahan.
Faktor yang menentukan harga pokok bahan yang dipakai adalah sebagai berikut :
1. metode akuntansi persediaan, yang terdiri atas :
a. metode persediaan fisik (physical inventory method ).
Langkah-langkah dalam pencatatan persediaan dengan metode persediaan fisik adalah sebagai berikut :
* jurnal untuk mencatat pembelian bahan :
Pembelian bahan Rp. Xx
Hutang dagang Rp. XX
* jurnal untuk mencatat pengembalian pembelian bahan
Hutang dagang Rp, XX
Pembelian bahan Rp. XX
* jurnal untuk mencatat potongan pembelian
Hutang dagang Rp. XX
Potongan pembelian Rp. XX
Kas Rp. XX
* pada saat pemakaian bahan tidak perlu dibuatkan jurnal, tetapi akan dicatat sekaligus pada akhir periode
* pada akhir periode akan diadakan prhitungan fisik persediaan untuk menentukan harga pokok persediaan bahan akhir periode dan harga pokok bahan yang dipakai, sebagai berikut :
Persediaan bahan awal periode Rp. XX
Pembelian bahan Rp. XX
Pengembalian pembelian bahan Rp. XX
Potongan pembelian bahan Rp. XX
Rp. XX
Jumlah pembelian bersih Rp. XX
Harga perolehan bahan siap pakai Rp. XX
Persediaan bahan akhir periode Rp. XX
Harga pokok bahan yang dipakai Rp. XX
* Jurnal untuk mencatat pemakaian bahan adalah sebagai berikut :
Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Rp. XX
Persediaan Bahan ( akhir peiode ) XX
Potongan Pembelian XX
Pengembalian Pembelian Bahan XX
Pembelian Bahan Rp. XX
Persediaan bahan ( awal periode ) XX
b. Metode Persediaan Abadi ( propetual )
Metode persediaan abadi/ propetual adalah metode akuntansi persediaan yang terus menerus mengikuti mutasi/ perubahan di dalam persediaan.
Langkah-langkah pencatatan metode persediaan propetual, sebagai berikut:
* jurnal untuk mencatat pembelian
Persediaan Bahan Baku Rp. XX
Persediaan Bahan Penolong XX
Hutang dagang/ Kas Rp. XX
* jurnal untuk mencatat pengembalian pembelian bahan
Hutang dagang/ Kas Rp. XX
Persediaan Bahan Baku Rp. XX
Persediaan bahan penolong XX
* jurnal untuk mencatat pemakaian bahan
Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku Rp. XX
Biaya Overhead pabrik sesungguhnya XX
Persediaan Bahan Baku Rp. XX
Persediaan Bahan Penolong XX
* Pada akhir periode diadakan perhitungan fisik persediaan sebagai pengawasan fisik persediaan apakah sesuai dengan jumlah yang terdapat pada kartu persediaan bahan
2. Metode Aliran Harga Pokok Bahan
a. Metode Identifikasi Khusus ( Special Identification Method )
Merupakan metode penentuan aliran harga pokok bahan yang dipakai sesuai dengan aliran fisik bahan
Kebaikan metode identifikasi khusus :
- Harga pokok bahan dapat ditentukan dengan teliti
- Tepat untuk perusahaan yang berproduksi berdasarkan pesanan
Kelemahan metode ini adlah kurang praktis, terutama dalam hal :
- pengaturan persediaan di gudang
- perlu waktu cukup lama dan administrasi yang rumit.
Contoh :
PT “SA Empat” mempunyai data yang berhubungan dengan persediaan bahan baku untuk bulan Januari 200X sebagai berikut :
Persediaan awal 200 unit @ Rp. 1.000,00
Pembelian
10 – 1 - 200X 400 unit @ Rp. 1.200,00
20 – 1- 200X 500 unit @ Rp. 900,00
30 – 1 – 200X 100 unit @ Rp. 1.100,00
Pemakaian
15 – 1 – 200X 500 unit 100 unit berasal dari persediaan awal dan 400 unit berasal dari pembelian tanggal 10 – 1 – 200X
25 – 1 – 200X 300 unit 100 unit berasal dari persediaan awal dan 200 unit berasal dari pembelian tanggal 20 – 1 – 200X
Maka perhitungan harga pokok bahan baku yang dipakai dan yang masih merupakan persediaan pada tanggal 31 – 1 – 200X sesuai dengan aliran fisik persediaan adalah sebagai berikut :
Metode Persediaan Fisik
Persediaan awal = 200 unit x Rp. 1.000,00 Rp. 200.000,00
Pembelian Bahan :
10 – 1 – 200X = 400 unit x Rp. 1.200,00 = Rp. 480.000,00
20 – 1 – 200X = 500 unit x Rp. 900,00 = Rp. 450.000,00
30 – 1 – 200X = 100 unit x Rp. 1.100,00 = Rp. 110.000,00
1.000 unit Rp. 1.040.000,00
1.200 unit Rp. 1.240.000,00
Pemakaian :
15 – 1 – 200X = 100 unit x Rp. 1.000,00 = Rp. 100.000,00
400 unit x Rp. 1.200,00 = Rp. 480.000,00
25 – 1 – 200X = 100 unit x Rp. 1.000,00 = Rp. 100.000,00
200 unit x Rp. 900,00 = Rp. 180.000,00
800 unit Rp. 860.000,00
Harga pokok
Persediaan akhir 400 unit Rp. 380.000,00
sumber : http://azmifitriati.blogspot.com/2010/03/akuntansi-biaya-bab-ii.html
0komentar:
Posting Komentar
Harus Komentar!!